Sabtu, 16 Februari 2013

KAU LAH SANG AYAH BIOLOGIS


“Ngga pernah biasa biasa aje kalo after kumpul sama Yuntubung. Kalo ngga nangis yaaa ngakak huaanjir xD”.

                Itu sedikit prolog tentang cerita kami hari ini, Sabtu, 16 February 2013. Lebih tepatnya satnite. YA SATNITE. Masih kurang jelas? SATNITE guyyyssss, waktu paling indah buat para umat yang double. Yang single mah yaudah ya byeee gue mau tidur aja hoaaammss.

                Back to the topic, bukan masalah single atau doble atau triple dan kawan-kawannya yang mau gue bahas disini. Tapi emang kenyataannya mau ngga mau status itu harus dibawa-bawa juga sih-___- Sekarang coba kita berandai-andai, misalnya nih Yuntubung ini doble alias punya pacar alias ngga jomblo alias udah muph on (okaaaay yang terakhir emang ngga nyambung), mungkin ngga sih satnite para cewek cantik gaul dan mempesona ini hanya dihabiskan dengan sepiring pancake dan kopi yang tidak berhasil Mita habiskan? Mungkin aja. Kan Mita takut gemuk (baca : takut tambah gemuk). Skip makin ngga nyambung.

                Okay sebelumnya gue certain dulu ya apa itu Yuntubung. Yuntubung itu nama singkatan persahabatan kami bertiga. Yun means Syon became Siyun. Tu means Mita became Mitu. And last Bung means Bunga became. . . Bunga juga sih-__- Nama Yuntubung atau disingkat YTB ini ditemukan saat motor berwarna keperakan Syon (panggil saja Ag) bocor. Ditemukan oleh seorang remaja berparas Justin Bieber Garut yang dengan segudang alasan tidak bisa saya sebutkan namanya. Tapi saya akan tetap menyebutkan inisialnya saja okaaay, Rafi. Sip kan.

“Yah Yuntubung maaaf gue ngga bisa kesana. Lagi pula udah ditambel juga kan?” R said on text message.

(backsound When Your Gone) Awalnya tiada yang dapat memisahkan kami bertiga. Tidak ada yang bisa saudara-saudara. Hujan, panas, hujan lagi, panas lagi, bahkan kemilau sang dewa tak bermahkota pun tidak bisa. Dewa bermahkota itu sampai sedih dan menopangkan dagunya pada sebelah tangannya, “Andai aku berambut. . .” He said. Ia sangat sedih hingga tak menyangka akan hadiah batik yang kami berikan padanya. Ia seraya mengeluarkan handphonenya untuk berfoto bersama. Dan disanalah keakraban antara YTB dan sang dewa tak bermahkota terjalin dengan baik. 



                Namun kini kami bertiga telah berbeda SMA, 99,98,39. Perbedaan itulah yang menyebabkan kami terpisahkan hingga sulit bertemu. Lalu apa kabarnya dengan banjir di Jakarta? 

                “Bawa barang berharga”.
                “Dokumen penting”.
                “Bawa sarung pak”.
                (hening. . .)

Saat SMPN 179 terjadi kebakaran, dimana kalian semuaaaa??! Pernahkah kalian mengingat ucapan sang dewa tak bermahkota?

                “Jangan suka bermain api. Nanti  apinya jadi gEdE”.

Sungguh saya menyadari bahwa yang barusan itu tidak ada kesinambungannya.

                Jadi guyyss, satnite ini berawal dengan kumpul di salah satu warnet ternama di bilangan Jakarta, tepatnya Jakarta Timur, tepatnya lagi Pasar Rebo, lebih tepatnya lagi Kalisari, dan mungkin yang paling tepat itu di Jalan Kalisari Raya samping SMPN 179. Dari halte busway Pasar Rebo kalian cukup naik angkutan umum berwarna merah 09, dan teriaklah saat telah sampai di depan persis warnet tersebut,

                “Bang kiri bang!”.

Warnet tersebut adalah warnet resmi milik Syon. Officially owner of Warnet Fitri. Saat saya tiba disana, Mita si wajah bercorak gelembung besar di wajahnya berteriak,

                “Waaa Boeng”,

Saya langsung mengernyitkan wajah,

                “Bukan temen saya”.

Pipi Mita goyang-goyang mendengarnya (goel goel goel).

                Seperti biasa kami langsung sharing tentang cerita kami di hari-hari sebelumnya. Berbeda sekolah berbeda pula ceritanya, namun sayang dunia terlalu sempit sehingga menyebabkan teman-teman kami saling sambung menyambung. 

                “Asep itu suka banget MU. . .” Mita said.
                “Maksud lu Asep farhun karuhun nuhun itu? Itu temen SD gue, Ta.” Syon said.

Saya ngga mau kalah cerita.

                “Hello wanda, Edo panda, biscuit isi yang enak”. (irama lagu Hello panda)
                “Hah si Hello edo panda wanda? Itu temen SD gue juga puhliiss”. Syon said again-__-

Dunia sempit. Dunia sempit. Dunia sempit. Gara-gara Syon. Semua emang gara-gara Syon. Ya yaa bisa jadiii!!!

                Kali ini yang lebih banyak cerita itu Mita. (Maklum saya dan Syon belum ada cerita menarik, cerita yang asik, dan cerita yang layak untuk disajikan) Mita yang udah totally move on (prok-prok). Mita yang fallin’ love. Mita yang berbunga-bunga. Mita yang tertawa dan menutupinya dengan telapak tangan, namun tak mampu menutupi seluruh pipi besarnya. 

                “Tapi kenapa sih harus beda lagi. The same character but on different person” Mita said.
             “Ya karena seseorang itu akan terus kebawa dari masa lalunya, Ta. Suka ngga suka. Mau ngga mau” Syon said.
                “Bung, lu ngga mau cerita?” Mita asked.
                “Ya enggalah orang belum berubah dari topic yang dulu” Syon answered.
                “Anjir-______________-“.

Dan seterusnya kami bercerita sembari memakan makanan ringan favorit kami. Makanan ringan yang selalu ada di saat kami belajar menjelang Ujian Nasional. KRIAK dan SUMBER ENERGI. 

“Makan apa yang larinya kencang?”

Kemudian Syon mulai streaming youtube, Mita mulai stalking, saya. . . terkapar lemah di atas lantai bingung harus apa. Idola ngga punya, pacar ngga punya. Oke.

                “Fitri Putri. . .” Mita screamed.
                “Syoooooon. . .” I continued.

Syon menoleh dengan tampang jelek ke arah kami (emang Syon jelek) dan menatap computer lagi.

                “Yon ayoooo boring pengen jalan” Mita said.
                “Ah males taaaa mager kangen sama Eric gue.” Syon replied.
                “Eric anak mana?” I asked
                (hening. . .)
                “Bung plis dia itu artis Shinwa” Mita jawab tapi bete.
                “O.” I said.
                “Yon ayooooooo” Mita screamed again
                Again. . .
                Again . . .
                Again. . .

                “Iya ah bawel. Lu matiin computer yang lain dulu sono!” Syon akhirnya menyetujui dan mulai mengclose youtube dan kawan-kawannya.

                Let’s go to. . .
   (hening. . .)
                “Kita kemana?” nahlo bingung.
                (mikir)
                (one year ago. . .)
                “Nah kita ke tempat pancake ajaaa” I said.
                “Yuk cuus”.

RAME. BETE. KESEL.

                “Kemana dong?” I asked.
                “Udah Kapovi” Syon said.

Kapovi. Kapovi. Kapovi. Disinilah awal kami menemuinya. . .
                
            Pelayan datang memberikan list menu sekaligus memo untuk menulis pesanan. Kami melihat list menu. Melihat. Lalu bingung. Pelayan ikut bingung. Dan kembali ke tempat asalnya di belakang mesin uang.

                “Mesen apa nih? Yang beda-beda dong biar bisa nyomot-nyomot” Syon said.
                “Gue. . . pancake gulung ya” Mita said. Syon pun menulis pesanan di memo.
                “Lu apaaan eh?” Syon asked to me.
                “Apaan ya? Bingung. . . pengen pancake gulung. . .” Syon pun menulis pesanan itu.
“. . . tapi pengen pisang bakar juga” lanjut saya. Syon menggerutu karena kesal sudah terlanjur ditulis yang tadi ke dalam memo.
“Jadinya lu apaan? Udah gue tulis juga” Syon said.
“Itu kan gue udah. Lu pisang bakar aja, Boeng. Biar beda-beda” Mita suggested.
“Mmm iya sih, cuma pengen pancake. . .”
“Eh lu mie aja Boeng kan enaaaak” Mita suggested again. Syon makin kesel liatnya. Ditambah mas masnya udah ngelirik-lirik dari balik jeruji besi. Diikuti temannya yang mirip seperti. . . (saya cepat-cepat mengusir pemikiran itu)
“Apa ya. . .” (mikir)
(one year ago)
“Cot aaaaah lama banget. Dari tadi udah corat-coret ini memo. Pusing ah” Syon kesel. Ngamuk. Pulang. Eh balik lagi soalnya ngga bisa nyalain motor Ag.
“Ahahahahahaha. . .”
“Sini dah gue yang nulis aja” Mita said dan mengambil memo dari Syon.
“Gue pancake gulung deh Taaaa” I said.
“Mm. . . Yaudah gue pancake ice tumpuk deh” Mita pun mencoret pesanan tadi dan menulis di tempat yang masih kosong.
“Mesen dikit nyoret banyak” Syon mulai berisik. Mas masnya mulai ngelirik lagi. Sepertinya kami kalamaan mesen. Temannya pun ikut melirik. Pemikiran itu datang lagi dan saya segera menepisnya.
“Lah YOOOOOON lu aja belum mesen” Mita screamed. Mas masnya kaget. Niat nutup kapovi tapi ngga jadi soalnya tamunya belum pada bayar.
“Gue. . .” Syon mikir.
“Lama kan lamaaa, udah paling ujungnya pisang bakar juga” I said.
“Engga mau” Syon said.
(hening. . .)
“Yaudah deh pisang bakar aja. Coklat” Syon said again. Dibilangin batu. Punya temen buatuuuuu! (flashback)

Pesanan pun penuh tertulis di memo. Penuh bukan karena banyak pesanan, melainkan coretannya yang banyak. Coretan lambang kelabilan. . .

Mas mas pelayan pun datang dengan gembira dan segera membuat pesanan kami. Seketika teman mas mas pelayan yang satu lagi melirik, dan kali ini pemikiran saya sudah tidak dapat saya abaikan lagi.

“Serius ngga boong, mas yang itu mirip Bombom. Bulet, mana coklat” I said finally.
“. . .ahahahahahahahah”.
“Bung apaan sih luuu” Syon said.
“Lol, apa kabarnya ya bombom?” Mita asked.

SKIP. OKE.

                Dengan penuh candaan, keceriaan, senda gurau, tangisan, dan air mata. . . (Ini apa), pesanan berhasil kami habiskan (baca : Syon dan saya). Kami pun memanggil mas mas pelayan untuk meminta bil.

                “Bon Bung kalo disini” Mita said. Sambil nyengir.
                “Struk ta” I said. Mata saya kembali melirik kearah mas-masa yang mirip dengan Bombong tadi.
                “. . .astagaaa mirip banget Bombom. Fix”.

Rasa tawa mulai menyeruak batin.

Dikarenakan mas mas pelayan tidak menyauti panggilan kami, teman mas mas pelayan yang satu pun menyaut. Bak pahlawan di dalam kegelapaan. Bak peri di tengah surga. Bak permata di ambang laut. Bak mandi sih gue rasa. . . ia pun menghampiri kami. Dan disinilah cerita dimulai.

“Ya mba ada apa ya?” tanyanya ramah dan senyum yang merekah.

Betapa berdosanya kami, tepatnya saya. Senyuman yang seharusnya dibalas senyum, saya balas dengan tawa ngakak yang tak lagi terbendung. Saya fix mengingat Bombom, FIX.  Bombom adalah tikus rumah saya yang hilang yang merupakan sahabat jadi-jadian saya. Ciri-ciri bombom : bertubuh bongsor, berbulu cokelat (bule), bermata bulat, berekor panjang, dan gemar memakan seragam sekolah saya, kue lebaran saya, sendok garpu saya. . . Unbelievable guyyys! Saya segera tersadar dan mencoba menghentikan tawa saya , lalu mulai berbicara kepada mas-mas pelayan yang tetap setia tersenyum (duh mas lo makin mirip Bombom).

                    “Minta. . . itu. . . list harga. . . eh struk” ucap saya terbata.
                “Bon mas boooon” sahut Mita. Lalu mita menutup mulutnya karena mulai tertawa lagi. Seperti biasa pipinya tidak berhasil tertutupi.
                “Oh bon. Baik. Sebentar yaaaa. . .” ucap mas mas itu seraya memainkan kedua jemarinya keatas kebawah membentuk pistol. OH MY GOD THAT’S UNBELIEVABLE!



                Mita seketika tertawa terbahak-bahak tanpa henti, disusul saya yang juga melihat hal barusan yang dilakukan mas mas tadi. Entah itu gerakan yang sok asik, sok muda, atau dia yang ngga pantes. Syon ikut tertawa melihat kami berdua tertawa ngakak.

                “Fix gila Bung, Bombom” Mita said.
                “. . . ahahahhaahhaha”.
Saya tidak menjawab karena tawa yang tak bisa saya hentikan. Extra LOL!
                “Apaan sih lu pada?” Tanya Syon mulai bingung.
               “Wakakakaka lu ngga ngeliat sih tadi Yooon. Kocak yaaa tangan mas-masnya. . . (Mita menirukan gerak tangan membentuk pistol dan digerakan keatas kebawah)”
                “. . .fix bombom”.
Syon mulai mengerti dan kini tertawa terbahak-bahak.
                “Sebenarnya saya ini Bombom. . .” Ujar Syon menirukan mas mas tadi.
                “Bukan yaa, sebenarnya saya ini ayah biologis dari Bombom” sahut saya.
Syon tertawa lagi.
                “Saya ayah biologis Bombom, anda mengenalnya? Saya telah kehilangan putra saya sejak beberapa abad lalu. . .” lanjut Syon bercerita.
Mita memainkan tangannya lagi (ting ting). Kami semua tertawa terbahak-bahak bersama.

                Seketika mas-mas itu datang dengan senyum yang sama seperti tadi dan memberikan bonnya. Karena kami semua masih terus tertawa-tawa, tidak ada satupun dari kami yang mau membayar ke kasir. Kami memuaskan diri terlebih dahulu untuk tertawa, dan tak terasa sudah pukul 11 malam. Mas-mas itu terlihat memperhatikan kami.

“Mengapa mereka tertawa? Apa salahku Tuhan? Bantu saya ya Tuhan. . .” doa sang pelayan kepada Tuhan.

Doa itu pun terkabulkan. Kami mulai meredakan tawa kami. Dan saya akhirnya membayar ke kasir. Senyum itu terkembang lagi di wajah mas mas itu. 

                “Oh my God. . .” batin saya. Saya tertawa lagi.
             “Wah mba mba ini lagi happy ya, ngga papa ketawa aja itung-itung olahraga” ucap sang pelayan besar hati.

Saya makin tidak enak, namun apa mau dikata tawa saya terus bergelora. Saya menarik nafas dan menahannya agar bisa berbicara.

                “Ma. . .kasih mas” ucap saya berhasil menahan tawa untuk beberapa detik. Mas mas itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas kunjungan kami.
                 
                 Kami langsung ngibrit ke tempat yang aman yang jauh dari bayang-bayang ayah biologis Bombom itu. Kami lari (padahal bawa motor) sejauh mungkin dan terus berlari. Kami terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Kami tenggelam dalam lautan tawa ceria. Kami bahkan tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Aku tanpamu ayah, butiran debu. . . (Bombom said)

                Sekian yaa cerita saya ini. Kalo penasaran cerita YTB selanjutnya, check terus page ini, follow kami di twitter : @bungadjauharie @meinitars @yunciyun
Thank you guyyys. 
                       
By : Bunga Mentari


Tidak ada komentar:

Posting Komentar