Sabtu, 07 Januari 2012

WHEN I LOSE YOU [1]


Ruby, kamu sudah siap belum nak? Papa mama sudah di meja makan. Ayo kamu turun, kita sarapan bersama" panggil mamah dari lantai dasar, kalau sudah begini mau ngga mau aku harus turun juga, ikut sarapan bersama mereka, huh. Tanpa menanggapi panggilan mamah terlebih dulu, aku langsung turun ke lantai bawah. "Eh Ruby, kamu udah disini aja. Mau roti apa nak? Mama ambilkan" tanya mamaku sambil mengambil sekerat roti. "Engga perlu deh mah, aku mau langsung berangkat, susu juga cukup" jawabku ketus, malas aku pagi pagi harus bersikap manis di depan mereka. Aku pun segera pergi dari meja makan dan menghampiri Pak Mamat, supir pribadiku yang justru lebih dekat dibandingkan orang tuaku sendiri, "Ayo beh kita jalan, yang ngebut yaa" ucapku semangat sambil menepuk bahunya. "Eh neng Ruby, ngagetin aja, jadi bingung kan si bapak teh" jawab Pak Mamat dengan logat kesunda-sundaannya. "Hahaha jangan bingung dong beh, ayo kemon kita berangkat" ucapku lagi tersenyum padanya. "Pak Mamat mau antar mama kamu ke butik sayang, kamu papa yang antar ya?" tiba-tiba papaku datang dan menawarkan hal tersebut, iiih sudi benar aku diantar dia. Ingin sekali kulontarkan kalimat itu, tapi aku masih menghargainya sebagai 'orang tuaku', "Engga perlu deh pah, aku minta jemput Ka Romi aja" ucapku akhirnya dan langsung pergi tanpa mendengar komentar papaku terlebih dahulu. Jarak rumah Ka Romi dan aku memang sangat dekat, dia adalah tetangga rumahku, selain kakak kelasku tentunya. Maka dari itu aku sangat dekat dengannya seperti kakakku sendiri. Aku juga sering berangkat dan pulang bareng Ka Romi. Dan perkenalkan namaku Ruby Prakoso, ya Prakoso, nama turun temurun dari papaku sebagai tanda ketururan pemilik perusahaan Prakoso Grup, apa pentingnya coba? Aku bersekolah di SMA Internasional yang ada di kawasan Jakarta Barat grade 11, begitu juga Ka Romi.
 "Cieee semangat banget yang mau berangkat, nebeng dong kakaa" pintaku manja. "Semangat dong Rub, kan masih pagi, ayo cepet naik, gue udah mau cabut juga" jawab Ka Romi. "Wihihhi thank you kaa" ucapku yang dibalas dengan tawa renyah cowo behidung mancung ini. Kadang aku suka berpikir, Ka Romi itu adalah salah satu cowo terganteng dan tereksis di SMA ku, banyak juga temanku yang suka, tapi kenapa aku tidak ya ? Padahal dia tipe ku banget loo, alis tebel hidung mancung ! Haha entahlah. Perjalanan ke sekolah dengan Ka Romi memang lebih baik dibanding dengan Papaku sendiri, sepanjang perjalanan obrolan tidak pernah habis deh. Kalian yang tidak tau keluargaku yang sebenarnya, pasti akan mengira aku gila karena tidak mensyukuri nikmat-Nya. Rumah mewah di kawasan elit, satu mobil pribadi, ipad, handphone, dan fasilitas lainnya sudah kumiliki. Uang jajan ? Wah sama seperti 5x uang jajan teman-temanku. Tapi itu dia, teori ternyata benar, uang dan waktu ngga pernah sejalan. Keluargaku penuh uang, tapi apa iya ada waktu buat kita kumpul bersama? Nothing deh. Setiap aku minta holiday bareng, pasti ujung-ujungnya disuruh pergi sendiri dengan uang diatas meja, helooo? Bukan itu yg aku mau. Itu dia alesan kenapa aku dingin banget sama orang tuaku, terlanjur kesel sih, keterlaluan sibuknya.
"Eh Ruby, ngelamun aja lu, kesambet ngeri gue, what's happen honey?" triiiing seketika itu juga lamunanku buyaar, "Ih siapa yang ngelamun, engga kok kak" jawabku stay cool. "Boong deh. Eh gue kenal lu satu,dua,tiga,...,sepuluh tahun yaa," ucap Ka Romi sambil menghitung dengan jarinya, "Jangan pikir gue bisa lu boongin. kenapa? Cerita aja" lanjutnya. "Huh, seperti biasa lah kak, kondisi rumah gue engga senyaman rumah lu" curhatku sambil menatapnya. "Yah ngga usah dipikirin Ruby, mereka sibuk ada alesannya, emang lu mau orang tua lu ngga punya duit? sekolah pake apa lu?" tanya Ka Romi. "Tapi ngga perlu over gitu kali, duit ngga dibawa mati kak" jawabku cepat. "Ya udah deh, it's your opinian, sometimes maybe, lu bakal ngerti. yang penting kan ada gue Rub?" hibur Ka Romi menggodaku. "Ih apa banget lu kak" ucapku seraya memonyongkan mulutku. "Hahaha elu doang Rub yang nolak gue, udah cepet turun, udah nyampe kita" ledek Ka Romi sambil membukakan pintu mobil untukku. Aku pun keluar dari mobil dan berjanji akan pulang bareng dengannya, "Thanks ka". Ka Romi hanya mengedipkan matanya tanda okee. 

Ini dia sekolahku, sekolah yang setiap orang pasti mau sekolah disini. Selain internasional, alasan aku nyaman ada disini adalah sahabat-sabatku GOD. GOD itu grup danceku yang beranggotakan 9 orang. Kamu pasti kenal deh siapa GOD kalo kamu pengguna Youtube. GOD juga biang kerusuhan di sekolah ini, rame kaliii kalo ada GOD. "Rubyyyy" teriak Mei sambil melambaikan tangannya. Mei ini leader dance GOD loh, sahabat terbaikku juga, "Apaan ? Pagi pagi rame deh lu Mei?". "Oke ya lu berangkat bareng Romi" Protes Mita cemberut, biasa deh fans nya Ka Romi. "Ish tadi Pak Mamat ngga bisa nganter, daripada naik taksi mending gue nebeng, forget it okay? Gue belom ngerjain mtk, ayo ke kelas" langsung kutarik Mei ke kelas sebelum dia cuap-cuap lagi. 

"Rub, pulang kita ke Sency yuk? kita shopping kek, apaan kek, terus makan deh" ajak Mei padaku. "Ah gue udah janji pulang sama Ka Romi, ngga enak kalo dibatalin" jawabku sambil meng-copas pr mtk dari buku Mei. "Yaaah Rub, jahat lu ah, ajak aja kalo gitu Ka Rominya, yayaya?" pinta Mei sangat. "Don't be crazy Mei, dia itu cowok yaa mana mau diajak muter muter cari baju dan kawan-kawannya" Mei hanya diam, murung kayaknya Ka Romi ngga ikut. Aku jadi ngga tega, "Iya tapi ntar gue tanya Ka Romi dulu" lanjutku. "Waaaa thanks Rub" cium Mei dipipiku, apa banget kan si Mei?. 

-Ka Romy is calling- 

Handphoneku berbunyi, ada telfon masuk dan ternyata Ka Romi, aku angkat telfon itu, "Rub, where are you? I wanna meet you now". "Di kantin Kak, kesini aja" jawabku. "Oke, wait a minute honey" ucap Ka Romi dan klik percakapan terputus. "Yee honey honey aja tuh orang" cibirku kesal. "Ka Romi, Rub?" tanya Mei yang sedang membaca fokus majalah dihadapannya. "Iyaa itu orangnya di depan lu kali Mei" bisikku meledek Mei. "Hah? Ka Romi?" Mei pun kaget karena Ka romi sudah persis didepannya. "Hey, kenapa? kok kaget?" tanya Ka Romi bingung. Mei hanya menggeleng nyengir, malu tuuh begitu ada orangnyaaa. "Oh iya kenapa Ka nyariin gue?" tanya Ruby. "Oh itu,engga kok cuma mau ketemu doang" jawab Ka Romi sambil memilih makanan yang akan dipesannya. Aku dan Mei pun sibuk sendiri dengan majalah didepan kami, sehingga ucapan Ka Romi aku abaikan. "Thanks ya bu" ucap Romi sambil memberi uang dan daftar pesananya kepada pelayan. "Rub, pulang sekolah kemana kek, gue bosen les nih, sekali-kali boleh kan bolos?" ajak Romi. Mei pun reflek melihat ku, aku tau pasti dalam hatinya dia berkata -kebetulan banget dia ngajak pergi, kan tadi gue emang pengen minta temenin dia ke Sency-. "Apa deh Mei? Gue tau maksud lu ilah" jawab ku akan tatapan Mei. "Ya udah kaka mau ke sency ngga pulang sekolah nemenin aku sama Mei? Kalo mau ayo kalo engga ya udah" lanjutku kepada Ka Romi. Mei senyum senyum tak jelas. "Ya Allah Rub, kesannya mau syukur engga ya udah banget lu sama gue" cibir Ka Romi sambil memakan rotinya yang sudah datang. "Ya udah deh gue ikut, tapi nonton aja, jangan belanja ?" tawar Ka Romi. "Yaah aku mau belanja sama Mei, kan aku bilang kalo ngga ma..." ucapanku dipotong oleh Mei tiba-tiba, "Engga jadi Rub, gue engga bawa kartu kredit, jadi engga ada uang banyak. Nonton aja bener Ka Romi" mata Mei terus menatapku penuh arti, pasti kalian juga tau kan apa artinya? -Please Rub iyain ajaa, yang penting Ka Romi ikut- . "Ya udah oke terserah elu aja Mei" jawabku akhirnya yang disambut nafas lega Mei. "Oke jadi nonton nih ke Sency? Pulang sekolah gue tunggu di parkiran aja ya Rub, Mei" ucap Ka Romi nyambung. Aku dan Mei hanya mengangguk tanda mengerti. Sebenarnya Ka Romi tahu kalau Mei menyukainya, tapi dia bersikap seolah tak tahu dan supel saja. 

Suasana Senayan City memang bisa selalu menyegarkan pikiranku dari segala macam hal tentang sekolah, contoh matematika! Akhirnya seperti keputusan awal, aku, Mei, dan Ka Romi pergi ke bioskop. Setelah itu, Ka Romi berbaik hati mengantarkan Mei ke rumahnya, baru deh mengantar aku pulang yang artinya dia juga pulang. Aku sudah sampai di depan gerbang rumahku. Kututup pintu mobil, "Bye kaa, thank you traktiran plus tebengannya" ucapku sambil tersenyum. "Yaa okay lah, gue ngga merasa repot kok nganterin lu" jawab Ka Romi. "Serius? Baik banget lu kak" seruku sedikit tersipu. "Ya iyalah ngga repot, orang nganterin lu sekalian gue pulang, hahhaha" balas Ka Romi tertawa geli. Aku hanya memonyongkan mulutku, ih sebaaaaaal. 

Aku berjalan malas ke dalam rumah, benci karena pasti sepi. Paling isinya hanya Bi Inah, Mba Tuti, dan Pak Mamat. Papa dan mama masih sibuk ke kantor untuk mencetak uang, Gawd! "Assalamualaikum" salamku saat memasuki rumah, dan langsung disambut ramah oleh Mba Tuti dengan senyumnya, "Mau makan ngga, Non? Nanti Mba siapin". "Nanti aja Mba aku ambil sendiri, masih kenyang juga abis makan sama Ka Romi" jawabku. Aku segera naik kelantai atas, kamarku. Kulepas sepatu dan seragam, dan segera menjatuhkan diri di tempat tidur, hooaaam so tired. Sebenarnya aku pun tidak mau dingin kepada  papa dan mama, tapi bukan salahku juga kan aku bisa jadi begini? Oke tentang sibuk masih bisa aku maafkan, tapi satu hal ini benar-benar tidak bisa aku tolerir, ini juga pemicu dinginnya aku ke mereka. Actually mereka punya waktu bareng aku, tapi mereka justru gunakan untuk yang lain, contohnya Mama pergi arisan, papa nonton konser musik. Untuk hal seperti itu waktu pasti diluangkan, tapi begitu aku mengajak jalan mereka ,jawabannya  "Kami engga ada waktu Rub, besok papa ada rapat degan rekan baru, mama juga harus ngehadirin peresmian butik terbarunya,terus papa juga..." bla bla bla deh, intinya sok sibuk banget, kejam! Sekarang aku sih terlanjur sakit hati, jadi gantian,  jika mereka yang mengajak aku pergi, aku yang bilang tidak bisa. Sempat aku bingung mengapa mereka yang ekstra sibuk tiba-tiba mengajak aku holiday bersama .Tapi kurasa karena mereka tidak mau membuat aku marah berkepanjangan.

"Rub, kamu Sabtu Minggu libur kan? Temenin papa mama main golf ya" tanya papa. Kini kami sedang makan malam bersama di meja makan. Waw! Two thumbs up deh, baru kali ini aku merasakan moment seperti ini lagi. "Aku juga ada acara bareng GOD, aku tampil di ji expo" jawabku acuh. "Tapi apa engga bisa di cancel nak? Udah lama kita ngga holiday bareng" ucap papa. "Haha, baru sadar" jawabku dengan tawa sinis. Papa berhenti bertanya, kini yang terdengar hanya ada suara garpu dan sendok yang menyetuh piring. Aku gerah dengan kondisi hening seperti ini, krik-krik banget kesannya. Aku memutuskan untuk naik ke kamarku, tapi saat aku hampir sampai di lantai atas, suara papa mencegahku lagi. Gawd, mau nya apa sih?! Aku turun kembali dan duduk di kursi yang tadi. "Rub, kamu kenapa sih begitu sama papa dan mama?" tanya papa. Aku tidak akan menjawab, bodoh benar pertanyaan seperti itu. "Ruby, tolong jawab papa nak" pinta papa sedikit memohon aku rasa. Yayaya aku memang pastas dikategorikan anak baik, seperti ini saja aku sudah tidak tega, "Kenapa papa tanya sama aku? tanya dong sama diri sendiri, punya kesalahan ngga sampe aku begini" jawabku, jujur aku sedih mengucapkannya. Papa yang diam sejenak akhirnya menjawab, "Tapi papa ngga pernah bermaksud untuk ngga sayang sama kamu nak, kami ingin selalu perhatian sama kamu,tapi ngga bisa". "Ngga bisa kan? Ya udah so what? Buat apa aku juga harus bisa kalo papa sendiri ngga bisa?" tangkasku marah. "Tapi kamu ngga bisa nge-judge kami seperti itu nak, kami juga ngga ingin" balas papa dengan nada yang masih memohon, tapi maaf aku sudah bosan dengan rayuan kalian, "Hidup ini tuh tergantung kita pah, kalo kita mau ini ya jadinya ini, tapi kalo maunya itu ya jadinya itu, if there is a will, there is a way" ucapku, aku segera beranjak pergi dari kursi itu dan menghiraukan segala macam panggilan, kubanting pintu kamar, dan ya air mata ku menetes juga. Aku jarang menangis untuk hal seperti ini, tapi entah mengapa kali ini aku sedih. Tuhaaan, mengapa sih hidupku begini? Anak manapun tidak akan mau punya orang tua namun hanya sebagai status. Ingin rasanya aku menelfon Ka Romi menceritakan semuanya, tapi aku tidak mau mengganggunya, besok aku tahu dia ada ulangan. Aku pun terlelap tidur, jauh lebih nyaman mimpiku dibanding hidupku. 

To be continue at part 2 . . .
By : Bunga Mentari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar