CAST RELLIYA
Aku tiba di sekolah dengan perasaan bahagia. Entah mengapa setiap melihat kotak hadiah yang telah kupegang ini, aku selalu tersenyum. Ada perasaan bangga tersendiri untukku, jika aku berhasil memberikan sesuatu yang terbaik untuk sahabatku. Aku berjalan dengan cepat menuju ke kelasku, dan kurasakan sesorang menabrak tubuhku. Bruuuk, aku dan dia sama-sama terjatuh. Ternyata dia itu adalah Risya. “Aaaah Risyaaaa” keluhku merengek padanya. Segera kuambil kotak hadiah yang terlepas dari tanganku itu. “Relliyaa, maafin guee, gue ngga sengaja Rel, serius gue ngga sengaja. Lu ngga tambah marah kan sama gue?” ucap Risya panjang lebar dengan ekspresi bersalah. Aku tertawa ringan memandang Risya, “Yang marah sama lu itu siapa Ris? Gue ngga akan pernah bisa marah sama lu yaa. Justru gue yang mau minta maaf, kemaren gue rada jutekin gitu, abis gue bete banget ngerjain latihan soal buat OSN hari ini” jawabku dan kemudian berdiri. Risya ikut berdiri sepertiku, ekspresinya nampak terkejut, “Serius Rel?” tanyanya lagi. “Iyaaa Risyaa. Happy birthday yaa, cie 14 tahun” jawabku seraya memeluk sahabatku itu, kuserahkan hadiah yang sedari tadi kupegang kepadanya. Risya terdiam melihat aku dan hadiah yang kuberikan kepadanya itu, “Relliyaaaa makasih banget yaa, emang Cuma lu satu-satunya orang yang mau ngucapin ulang tahun ke gue, sedangkan yang lain malah pada sibuk ngurusin Stev jadian. Gue ngga tau deh gimana gue hari . . .” ucap Risya mencurahkan semua kesedihannya, namun ucapan itu segera kupotong, “Ris sorry bukan maksud gue ngga mau dengerin lu curhat. Tapi gue emang buru-buru banget, mobil jemputan buat nganter gue lomba udah dateng. Bye Risyaaa, fighting aja yaa” ucapku dan dengan cepat kutinggalkan Risya yang terlihat bingung mau berbuat apa lagi. Haaaah, sungguh tak tega aku melihat Risya diam seperti itu.
CAST RISYA
Aku berjalan gontay ke dalam kelasku, hari ini pasti akan semakin buruk karena tidak adanya Relliya. “Eh Risya kenapa lu lemes banget? Happy birthday yaaa, sorry gue ngga bawa kado, abis gue juga baru inget tadi pagi, hehehe” ucap temanku Caca sambil tertawa lebar dihadapanku. “Iya ngga papa Ca, diucapin aja gue udah seneng kok” jawabku sambil tersenyum. Kemudian beberapa temanku berdatangan menghampiriku, mereka mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Meski kuakui jumlahnya tidak sebanyak yang mengucapkan selamat kepada Stev, aku tetap senang dan terus saja tersenyum. Setidaknya teman-temanku masih ingat dan mau memberikan aku ucapan selamat. Ya, aku harus syukuri itu.
4 jam kulewati jam pelajaran yang terasa membosankan, bahkan aku juga tidak tahu sejak tadi apa ilmu yang kudapat. Kuputuskan untuk pindah duduk bersama Wia, meskipun aku tidak suka duduk persis di depan guru. Tapi kurasa pilihan itu lebih baik dibandingkan aku harus duduk sendiri. Kini adalah waktunya istirahat. Aku harus pergi ke kantin untuk mengisi perutku, barangkali makanan bisa menghiburku lagi. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari teman yang bisa kuajak ke kantin bersama. Dan saat itulah Caca datang menghampiriku, “Risyaaaa, kantin yuuuk, lapeer nih” seru Caca khas dengan semangat menularnya. Aku jadi ikut semangat juga, “Ayo ayo Caaa, haha” jawabku menyetujui. Kugamit lengan Caca, dialah oma di kelasku, oma yang selalu bijaksana dan memperhatikan keadaan cucu-cucunya, hahaha. Namun baru beberapa langkah aku berjalan, langkahku seketika terhenti dan tak bisa digerakkan lagi. Aku terpaku mendengar intro lagu itu mulai diputar di radio sekolahku. Bila rasaku ini rasamu dari Kerispatih. Lagu itu selalu mengingatkan aku tentangnya, terlebih tentang apa yang telah ia perbuat padaku sekarang. Tahukah ia aku sangat sedih? Aku berjanji untuk tidak menangis lagi. Tapi setelah mendengar lagu ini aku menjadi ragu, karena yang kurasakan sekarang air mata mulai menggenangi mataku dan perlahan jatuh membasahi pipiku. Sangat deras tanpa kusadari. Hatiku pun ikut menangis juga, rasanya air mata ini turut menambah perih luka hatiku yang masih basah. Caca segera memelukku, memegang bahuku dan berkata padaku, “Aaaaah Risya jangan nangis doong, jangan nangis” ucapnya mencoba menenangkanku. Dan itulah aku, semakin aku diminta untuk jangan menangis, aku justru akan terus bertambah menangis. Aku tak dapat menjawab perkataan Caca tadi, aku hanya mampu menggeleng dan lagi-lagi menangis. Memang benar, kurasa hari ini adalah hari terburukku. Lagu itu sebentar lagi habis, dan aku mulai bisa menghentikan tangisanku. Namun ternyata tak kusangka lagu itu diputar kembali untuk yang kedua kalinya. Aku hanya menunduk dan kembali ke tempat dudukku. Ada gerangan apa sih sampai-sampai Pak Komar memutar lagu itu dua kali? “Arrrrggggh” geramku kesal.
CAST STEVENT
Aku menghampiri Ayu yang baru saja kembali dari ruangan radio sekolah, “Yu, anjrit sumpah lu keren banget, lagunya keputer dua kali dan berhasil bikin Risya nangis ngga berenti-berenti. Gue liat sendiri tadi” seruku berapi-api pada Ayu. Ayu hanya tersenyum penuh kebanggaan, “Gue gituuu, Pak Komar mah gampang gue kadalin, hahaha” ucapnya dan tertawa lebar. Aku senang sekali sekarang. Semuanya benar-benar berjalan sesuai rencana. Sudah 70 % berhasil, dan tinggal 30 % lagi, semuanya akan berakhir dengan sempurna. Bel tanda masuk istirahat pun berbunyi, teman-temanku langsung masuk ke kelas dan duduk di tempatnya. Namun tidak untukku, aku memilih pindah tempat duduk di belakang Risya persis, bersama Putri tentunya. Bu Risti pun masuk ke dalam kelas. Bisma segera menyiapkan, “Greeting please”. “Good Morning, Maaam” seru kami serempak. “Good Morning class, How are you this morning? Any homework today?” ucap Bu Risti dan lanjut bertanya pada kami. Inilah kesempatan yang baik, segera aku menjawab pertanyaan Bu Risti, “Ada Maam, kemarin kan waktu Mam ngga masuk disuruh ngerjain soal, tinggal dikoreksi aja kok Mam”. Bu Risti menoleh kearah ku, “Oh begitu? Yasudah, tolong ambilkan buku-bukunya di atas meja Ibu di kantor ya” jawab Bu Risti. Aku dan Bisma spontan berdiri untuk mengambil ke kantor. “Mam ini buku-bukunya, mau diapain nih Mam?” tanyaku sambil menunjukkan tumpukan buku-buku yang telah kupegang. “Oh yasudah langsung bagikan saja tapi jangan ke orangnya ya, kita koreksi sekarang” jawab Bu Risti dan kemudian berdiri. Aku dan Bisma langsung membagikan secara acak buku-buku itu. Dan kudengar Bu Risti memulai semuanya, “Ya sudah pegang semua bukunya?” tanya Bu Risti. “Sudaaah buuu” jawab kami. “Baiklah langsung saja kita koreksi ya, ada 25 soal bukan?” tanya Bu Risti lagi. Teman-temanku tidak ada yang menjawab, hanya kasak-kusuk tidak jelas. Aku segera menjawab, “Loh, kita disuruhnya Cuma 5 soal malah bu ngerjainnya”. Bu Risti memulai aktingnya, beliau terlihat bingung, “5 soal? Ibu mintanya 25 soal ya” ucap Bu Risti. Semua diam kecuali Bisma yang tiba-tiba berbicara, “Tapi di papan tulis Cuma 5 soal bu yang ditulis, kita kan Cuma ngikutin aja bu”. Kedua alis Bu Risti langsung berkerut, “Siapa yang menulis di papan tulis? Kenapa Cuma 5 soal yang ditulis? Berani benar dia melanggar aturan ibu” ucap Bu Risti dengan nada yang membuat kelasku sepi tanpa suara. Aku yang duduk di belakang Risya, jelas bisa melihat ekspresi Risya dari sisi kiri wajahnya. Risya hanya menunduk dan terlihat panik, biar bagaimanapun dialah orang yang menulis di papan tulis itu.
CAST RISYA
“Siapa yang menulis di papan tulis? Kenapa Cuma 5 soal yang ditulis? Berani benar dia melanggar aturan ibu” ucap Bu Risti dengan penuh kemarahan. Aku benar-benar takut sekarang, apa yang harus kulakukan? Memang benar aku yang menulis di papan tulis, namun masalahnya 5 soal itu adalah perintah dari Relliya, aku hanya mengikutnya saja sebagai ketua kelas. Kalau sudah begini mau tak mau aku harus memberanikan diriku untuk mengaku, kutarik nafasku dalam-dalam dan kuangkat tangan kananku, “Saya bu yang nulis” ucapku dengan wajah yang tetap tertunduk. Seketika Bu Risti langsung menoleh kearahku, “Kenapa kamu berani sekali Risya hanya menuliskan 5 soal?” tanya Bu Risti tegas kepadaku. “Sa-saya Cuma, Cuma ngikutin perintah Rel-liya bu” jawabku terbata-bata. “Jangan suka menyalahkan orang lain Risya” Bu Risti pun membentakku, “Kamu mau melanjutkan 20 nomer lagi di setiap buku teman-temanmu?” lanjut Bu Risti. Aku tak berani membela diriku lagi sekarang, lebih baik aku diam dan menganggap diriku ini bersalah. “Anak-anak, menurut kalian ini salah siapa?” tanya Bu Risti pada teman-teman sekelasku. “Salah Risya buuu” jawab teman-temanku serempak. Hah? Mengapa teman-temanku sangat jahat kepadaku? Meraka pun tahu bahwa ini perintah Relliya. “Iyalah bu salah Risya, biarpun disuruh Relliya, kalo dia tetep mau nulis sampe 25 nomer semuanya ngga akan begini bu” sahut Bisma menambah panas suasana. Aku sontak langsung menoleh kearah BIsma, kutatap matanya dengan tatapan marah dari mataku, Bisma hanya tersenyum sinis dan aku nyatakan mulai hari ini, aku benci diaaaa. “Risya, cepat kamu baca soal nomer 1 sampai 5. Ibu tetap anggap ini salah kamu” bentak Bu Risti padaku. Aku mengangguk pada Bu Risti. Kutarik nafasku dalam-dalam dan yang kurasa hatiku sakit sekali. Kupandangi lapangan diluar sana, mencoba untuk kuat dan tidak menangis lagi. Mengapa semuanya jadi jahat seperti ini kepadaku? Aku merasa sangat bersalah kepada Bu Risti. Untuk pertama kalinya beliau marah kepada kelasku, terutama aku. Kuyakinkan diriku sekali lagi, aku harus kuat. Dan dengan pasti, soal itu mulai kubaca.
CAST STEVENT
Hahaha, aku dan teman-teman lainnya tertawa terbahak-bahak tanpa suara. Untung saja Risya tetap mengadap ke depan dan tidak melihat kebahagian kami ini. dia benar-benar pasrah menerima omelan dari Bu Risti. Sekarang aku harus focus mendengarkan Risya membaca soal, aku harus mencari kesalahannya lagi. “Once upon a time. . .” Risya mulai membacakan soal. Tiba-tiba kudengar Risya salah dalam pengucapannya, “A life kali, bukan a live” koreksiku sinis. Risya menoleh kearahku dengan tatapan kesal, kemudian ia membaca lagi. “Risya, ibu minta suara kamu yang keras. Bukan lemah seperti itu” bentak Bu Risti lagi. Risya seketika berhenti membaca mendengar bentakkan itu, ia menunduk dan mencoba membaca dengan suara yang lebih keras. Aku yang sedang tertawa seketika berhenti, kulihat dari sisi kiri wajahnya, Risya menangis lagi. Kali ini aku benar-benar sedih melihat air matanya menggenang di matanya. “Eh Put, Risya nangis lagi, gimana dong?” ucapku panic sambil menyenggol lengan Putri. Putri langsung memiringkan tubuhnya ke kanan agar bisa melihat Risya, “Yaudah sih biarin aja, udah mau selesai ini, yang penting kan ujungnya dia happy” jawab Putri dengan tenangnya. Ya, memang akan berakhir indah sih, tapi bagaimana jika ending bahagia itu gagal? Bagaimana jika Risya sudah terlanjur sakit hati dan tidak mau memaafkanku? Lagi-lagi pemikiran itu muncul di kepalaku, dan kini justru aku yang sangat gelisah.
CAST RISYA
Kuhapus sisa air mata yang tersisa di sekitar mataku. Dan aku menarik nafasku dengan lega, akhirnya 5 soal itu berhasil kubaca meski penuh dengan bentakkan dari Bu Risti. Kulirik jam dinding di depan sana, 2 menit lagi semua akan selesai. Aku akan segera pulang ke rumah, mandi kembang 7 rupa agar hilang segala kesialan hari ini. Lalu tidur dan berjanji akan bangun dikeesokan harinya. Aku ingin menutup hari ini cepat-cepat. Kumasukan semua buku dan alat tulisku ke dalam tas. Kini tidak ada lagi yang tersisa di atas mejaku. Kulirik lagi jam dinding sekali lagi, mengapa bel itu belum berbunyi juga? Tak tahukah aku sudah ingin mati berada di kelas ini terus? Dan harapanku menjadi kenyataan, bel itu berbunyi dengan alangkah indahnya. Ya, baru kali ini kurasakan jam pulang sekolah sangat berharga seperti ini. Bisma menoleh ke sekelilingnya sebelum akhirnya menyiapkan, “Stand up please” serunya keras keras. “Let’s. . .” Bisma berhenti menyiapkan. Ada apa memangnya? Semua teman-teman satu kelas menoleh kearah Bisma dengan pandangan penuh tanya, termasuk aku juga yang ikut kebingungan. BIsma tertawa ringan sebelum akhirnya melanjutkan, “Let’s sing happy birthday together”. “Yeeeey, happy birthday Risya, happy birthday Risya, happy birthday happy birthday, happy birthday Risya”, ”Risyaaaa happy birthday yaaa, ciee 14 tahun”, “Risya PU nya dooog” kudengar seluruh teman-temanku menyanyikan lagu ulang tahun untukku, mereka juga bersorak-sorai menyelamatiku. Aku justru kebingungan memperhatikan mereka semua, otakku tidak berfungsi dengan benar saat ini, sejenak aku berpikir dan akhirnya aku tersadar “Apa maksud semua ini? Jadi yang tadi itu? Aaaarrrrgggh Risya babooo” ucapku menggerutu pada diriku sendiri
To be continue at part 4, see you . . .
By : Bunga Mentari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar