Just shared the one short story by me. Read and give me comment, thanks guys ;))
Pagi yang sejuk. Jalanan terasa lengang tanpa kendaraan roda empat di sana-sini. Rian mengendarai motor besarnya dengan senyum terkembang penuh kebanggaan, hatinya terus berseru, bahwa sebentar lagi gadis tercantik di SMA tempatnya bersekolah akan jatuh dalam pesona dirinya. Sambil memandang kearah kaca spion yang menghadap ke wajahnya, Rian berkata, "Cukup buat dia bener-bener jatuh cinta sama gue, selebihnya. . who cares?"
"Hai May, lu kok sendirian? Bodoh banget cowok cowok sekitar lu ngga manfaatin kondisi kayak gini" ucap Rian diikuti kedua alis May yang terangkat karena bingung akan maksud ucapan Rian. "Maksudnya rugi banget cewek secantik lu dianggurin" lanjut Rian menjelaskan. May langsung tersipu malu, wajahnya menjadi merah padam, siapa yang tak senang dipuji laki-laki yang teramat kita sukai? Ditambah sekarang mata tajam Rian sedang menatapnya lekat lekat. "Ah Rian, aaa. . Bisa aja, eh engga gitu, eh gimana ya. ." May tampak salah tingkah. Rian memegang tangan May yang ada diatas meja dan berkata, "Pelan-pelan ngomongnya, biar aku ngerti, kenapa hayoo?" Seketika tingkah laku dan kata kata Rian membuat May semakin gugup tak karuan, jantungnya berdegup cepat, seolah dirinya terbawa dalam mata tajam itu May menjawab, "Gue suka lo Rian!"
Sejak hari itu, hari dimana May mengutarakan perasaannya kepada Rian, sejak hari itu pula mereka resmi berpacaran, dengan posisi May lah penembaknya. Hal ini sungguh menggemparkan seluruh penjuru Sekolah itu, "Seriusan si May, yang udah jelas udah pasti cewek paling cuaaantik di sini nembak Rian? Oh My God, berapa cowok yang udah ditolak May? Mulai dari yang jelek sampe ganteng, pendek sampe tinggi, pejalan kaki sampe bermobil, ternyata ujungnya justru dia yang nembak cowok? Gila!!!" Gerutu salah seorang gadis teman seangkatan May tidak percaya akan kejadian ini. Memang, Rian bukan sembarang laki-laki di SMA itu. Ia berparas luarbiasa tampan, pintar, kaya raya, menarik, dan termasuk 5 laki-laki terpopuler di SMA itu, siapa juga gadis yang tidak terpikat? Kecuali jika gadis itu telah mengetahui kelakuan bejat Rian sebagai 'Raja PHP (Pemberi Harapan Palsu) tersadis' yang pernah ada. Namun biarpun kabar ini sudah menyebar, tetap saja banyak gadis keras kepala yang tetap nekat meladeni pendekatan Rian, yang justru mereka anggap sebuah anugerah. Sudah tak terhitung jumlah gadis yang berhasil ditipu oleh Rian. Biasanya setelah gadis-gadis itu ditinggalkan oleh Rian, mereka langsung menangis tersedu-sedu, bahkan katanya ada yang hampir gila karena telah memberikan segalanya untuk Rian. Uh, No Way!
Hari-hari awal dengan Rian memang terasa membahagiakan bagi May, namun bagaimana dengan hari ke 7? May ditemukan duduk meringkuk disudut kamar mandi lantai 3 dengan kondisi kacau total, mata sembab, muka pucat, rambut berantakan, dan tubuh lemah. Untungnya hal ini diketahui Meri, pengurus Osis yang kebetulan memasuki kamar mandi tersebut. "Maay, lo. . Lo kenapa May?" tanya Meri panik melihat kondisi May. May tidak menjawab, namun Meri langsung mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dalam hati ia mengumpat, "Liat apa yang bakal gue perbuat ke lo Yan!!!" Meri pun membawa May ke ruang UKS dengan segera.
Rian datang ke sekolah di pagi hari. Tidak ada sedikitpun raut takut, cemas, atau merasa bersalah layaknya tidak ada hal apa apa yang terjadi pada dua hari lalu. Langkahnya sangat percaya diri, kini tidak akan ada lagi seorang manapun yang meragukan pesonanya dalam memikat hati para gadis cantik, "Haha, siapa lagi yang mau jadi korban gue? Just come here!" serunya dalam hati dan senyum kebanggaan itu terkembang lagi.
Gubraaaak!!! "Aaaaaw, lo. . Oh sorry, gue buru-bu. . " gadis itu berhenti berkata-kata dan justru terkejut dengan tatapan di hadapannya, "Lo Rian kaaan? Sorry sorry, gu. .gue ngga sengaja, sorry" lanjut gadis itu terbata-bata. Gadis itu segera merapikan buku-bukunya yang berserakan di lantai dan membungkukan badannya untuk meminta maaf kepada Rian sekali lagi. Gadis itu pergi meninggalkan Rian yang masih terbingung-bingung diam di tempat mencerna kejadian barusan. Mata tajamnya pun menemukan sebuah saputangan bertuliskan 'Meri Amanda' warna merah muda. Segera dipungutnya saputangan itu. Setelah sejenak memperhatikan tiap sudutnya, Rian menggumam, "Nama dia Meri. ."
Meri sibuk membaca dan menandatangani tumpukan proposal di mejanya, sebagai ketua Osis mau tak mau pekerjaan ini harus dilaluinya. Perut Meri terasa sangat lapar, namun hari sudah terlalu sore sehingga kemungkinan kantin masih buka sangatlah kecil. "Aaaaaarrrggh, lapeeeeer" keluh Meri keras-keras. Namun selapar apapun, ia tetap harus menyelesaikan pekerjaannya dulu
Meri tidak menyadari ada seseorang yang mendengar keluhannya itu, hanya seseorang, namun dialah penyelamat perut Meri di sore itu. "Sore ketua Osis, capek ya?". Mendengar suara itu Meri seketika tersentak, matanya membulat fokus pada sosok itu, "L. . Loo? Ri . .", "Rian, iya ini gue. Ngga usah kaget gitu kali, kayak liat apaan aja lu" Ucap Rian menyelesaikan perkataan Meri yang terbata. Butuh waktu beberapa detik bagi Meri menyadari semuanya, satu. . Dua. . Tiga, Meri pun tersenyum sinis, "Siap lo Yan!" ketusnya dalam hati. ", senyum sinis itu seketika berubah menjadi senyum manja yang menggoda, "Oh sorry sorry, gue lagi senewen banget nih Yan kerjaan gue banyak banget. Lo kok bisa kesini? Mimpi apa gue didatengin lo?" tanya Meri. Rian tertawa ringan, "Ah jangan gitu laah. ." hening sebelum akhirnya Rian melanjutkan, "Tadinya niat awal gue cuma mau ngembaliin ini . ." Rian meletakan sapu tangan Meri diatas meja. Meri melirik ke mejanya dan kembali menatap Rian, "Tapi?" tanya Meri dengan alis terangkat. "Mm, karena gue denger ada cewek yang teriak kelaperan, jadinya gue mau ngajak lu makan bareng. . ", "disini" tandasnya seraya mengangkat 2 kotak makanan yang sedari tadi dijinjingnya. Meri terkejut melihat ini, tawanya mengembang lebar, "Riaan, lo seriuus? Lo baik banget. Sumpaaah! Thank youuuu" jerit Meri senang dan itu membuat Rian tersenyum tanpa sadar.
Bruuuk. Rian menghempaskan tubuh di tempat tidurnya. Hari ini ia benar benar bahagia, entah apa sebabnya. Hanya saja yang ia tau, ia sangat senang bisa menyelamatkan Meri dari kelaparan dan membuat gadis itu menjerit gembira. "Hmmm. ." Rian tersenyum mengingat saat saat bersama Meri tadi.
Hari-hari berikutnya ada sesuatu yang berubah pada diri Rian, ada aktivitas baru yang dilakukannya seperti menemani Meri di ruang Osisnya, makan bersama, mengantarnya pulang, dan. . Menelfonnya hanya untuk menanyakan 'Lo udah tidur?'. Hanya itu, namun semuanya terasa berpengaruh baginya. "Hahahaa, haduuh Riaaan, lu ganteng tapi masa iya ngga ngerti cara download file di email? Heloooo" ledek Meri melihat Rian kebingungan mengutak-atik laptop Meri, saat ini mereka berada di ruang kerja Meri. Rian mendongak kesal, "Gue bukan ngga ngerti, tapi laptop lo eror di klik malah nge hang. Lo liat aja sini". Meri justru tertawa-tawa melihat muka jengkel Rian. Ia pun berdiri untuk menghampiri Rian, "Riaaan, ini bukan nge hang, tapi lo ngga tau rahasia laptop gue" ucap Meri. Meri menumpukan sikunya diatas meja agar bisa menjangkau laptopnya, sedangkan Rian duduk bertopang dagu di depan laptop Meri. "Nih gue kasih tau, cara. . Aaaaaaw!" Meri hampir saja jatuh ke lantai karena terselip kaki kursi, untung saja Rian memegang pinggangnya sehingga ia selamat. Namun sekarang mereka justru saling bertatapan tanpa ada gerak sedikitpun. Tangan Rian gemetar, ia merasa lemah ditatap oleh mata bulat itu. Padahal selama ini mata tajamnyalah yang biasa melemahkan gadis gadis dihadapannya, namun sekarang? Ada apa ini? "Yaan?" seru Meri perlahan memecah keheningan. Rian segera tersadar dan mulai melepaskan tangannya dari pinggang Meri. "So. . Sorry Mer, gu. . Gue cuma mau nyelametin lu" jelasnya terbata, hey ada apa ini? Inilah pertama kalinya Rian terbata di hadapan seorang gadis. Meri tersenyum dan menepuk punggung tangan Rian, "Hahaa, justru gue yang makasih. Kalo bukan karna lo gue udah jatoh ke lantai kali. Thanks yaaaa." ucapan Meri selesai, namun mengapa tangannya tetap ada di atas tangan Rian?
"Thanks yaa Riaan, entah berapa kali gue ngucapin ini, hehe" seru Meri sambil tertawa lebar. Tawa ceria itu selalu saja menular pada Rian, ia ikut tertawa, "Sama-sama Meer. Masuk deh lo, udah malem, lo harus istirahat" ucapnya hangat. "Mmm, okedeh, bubaaay Riaan" Meri pun berjalan memasuki halaman rumahnya.
Sosok Meri sudah tak terlihat lagi, namun Rian masih tetap diam disana berharap sosok itu bisa dilihatnya lagi. "Ah, besok kan gue masih bisa ketemu dia. ." gumamnya dan tersenyum.
Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Rian terus saja tersenyum dan tertawa mengingat semua tentang Meri. Matanya, tawanya, senyumnya, sikapnya, dan. . Caranya memperlakukan dirinya, "Gue nyaman sama lo! Gue sayang . ." kata-katanya tak ia selesaikan, ia berpikir sejenak, apa benar ia sudah jatuh cinta pada Meri? Jatuh cinta?! Rasanya itu asing bagi dirinya. . . Lalu? Rian menghela nafasnya dengan lesu, "Daaammn, gue sayang lo Meri!".
Dilain tempat namun waktu yang bersamaan, Meri menghempaskan tubuh pada ranjang empuknya. Di dalam hatinya ia tertawa sinis, laki-laki yang selama ini hanya mempermainkan hati semua gadis, kini telah ada dalam genggamannya. Pada dasarnya Meri adalah gadis yang baik, ia tak punya catatan khusus sebagai playgirl atau sadis dalam urusan percintaan, hanya saja ia sudah gerah akan semua kelakuan Rian dan berniat membuatnya sadar. Sebentar lagi ia yakin semuanya akan berakhir sesuai rencananya, "Hahaha, makan lo Yaan!"
Keesokan harinya, Meri datang ke sekolah sekitar pukul 10 pagi, karena ia baru saja mewakili sekolahnya menghadiri acara undangan sekolah lain. Ia berjalan santai melewati koridor kelas sambil lalu tertawa kecil melihat teman-temannya kepusingan belajar, sementara dirinya tidak. Ya, Meri mencintai tugasnya sebagai ketua Osis.
Gubraaaak! "Aaaaaw!" Meri meringis kesakitan, ia memandang sinis pada seseorang yang telah menabraknya. "Rian? Goosh" umpatnya dalam hati. "Meri!" Rian nampak terkejut dan panik, ia segera membantu Meri berdiri, "Udah deh gue bisa sendiri!" bentak Meri menepis tangan Rian. "Mer lo gapapa? Gue nggaa sengaja Mer" ucap Rian merasa bersalah. "Mata lo, lo taro dimana sih? Hah?!" bentaknya dan berjalan menjauhi Rian. Rian nampak bingung, ia menarik lengan Meri tanpa sadar, "Meer. . Tunggu". Meri berhenti dan menoleh malas pada Rian, "Apa?" tanyanya acuh. Rian menjadi semakin bingung, ada apa dengan Meri? "Ada apa apaan? Ngga ada apa apaan juga" ketus Meri. Rian pun terlonjak kaget mendengar jawaban Meri yang sesuai akan isi hatinya, Apakah ia telah menyuarakan isi hatinya? "Yee, lo kenapa jadi bengong gitu, lo mau apa?" tanya Meri dan membuat Rian sadar akan lamunannya, sesaat ia ragu, ia belum siap, namun. . "Terserah lah!" ucap Meri dan berjalan pergi. Namun ia harus! Sambung pikirnya, "Meri!", Meri menghentikan langkahnya mendengar panggilan itu, Rian menghela nafasnya dan mengepalkan kedua tangannya, "Gue sayang lo Mer! Gue mau lo jadi pacar gue!" Meri tersenyum sinis, "Finally. ." ia pun berbalik arah dan menghampiri Rian dengan langkah penuh kebanggaan. Meri melipat kedua tangannya, "Apa? Lo ngomong apa? Tukang Php ngomong apa?". Rian terkejut akan sikap sinis Meri, "Mer. .", "Jawab!" bentaknya. "Gue sayang lo Mer, gue mau lo jadi pacar gue. Semenjak ada lo di hari-hari gue, gue ngga bisa berhenti buat mikirin lo. Lo kenapa Mer?" jelas Rian dengan nada memohon. Meri hanya tertawa mengejek dan mengangguk-anggukan kepalanya, "Gitu ya? Haha. .", "Mer. .", "Sssstttt, denger ya Rian. ." Meri menjeda perkataannya, "Rian yang maha hebat nih ya dalam urusan cewek, jujur gue ngga suka sama sekali sama lo. Sama sekali engga. Dan lo tau apa?". . Semua sikap baik gue selama ini itu cuma semata mata untuk bikin lo jatuh cinta sama gue, yaa samalaah kayak apa yang biasa lo lakuin ke korban-korban lo. . Dan setelah lo udah mentok sama gue, mm. . Gue akan ngebuang lo layaknya sampah terus gue injek deh, gimana? Sakit kan Yan?. . But, who cares? Hahahaha".
"Wuhuuuu. . Wii. . Mampus lo Yaan, mampuus!" terdengar tepuk tangan dan sorak sorai gadis-gadis yang mengelilingi Rian dan Meri tanpa disadari keduanya. Rian tertunduk malu, sedangkan Meri justru tersenyum banga. "Kereen lo Mer, biarin aja dia rasain gimana sakitnya" sahut May, salah satu korban Rian. Meri tersenyum lagi, ia melangkahkan kakinya menghampiri Rian. Ketika ia sudah berada sangat dekat pada posisi Rian, Meri berbisik padanya, "Gue ngelakuin ini bukan karna jahat, tapi semata-mata cuma mau bikin lu sadar, sakit kan rasanya diginiin?. . Pesen gue, jangan lagi ya Yan. . Byee" Meri menepuk bahu Rian dan pergi meninggalkan Rian yang masih tertunduk malu tak bergerak menerima semuanya. Hanya satu yang ada dipikiran Rian. . .
It's really hurt!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar